MEDAN | Pilkada Sumatera Utara 2024 menjadi ajang kontestasi sengit antara dua tokoh besar: Edy Rahmayadi, sang petahana yang telah memimpin provinsi ini selama lima tahun terakhir, dan Bobby Nasution, menantu Presiden RI yang mana merupakan Wali Kota Medan sejak 2021.
Edy Rahmayadi, yang telah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara sejak 2018, membawa pengalaman dan rekam jejak kepemimpinan yang kuat. Di sisi lain, Bobby Nasution, menantu Presiden Joko Widodo, menawarkan perspektif baru dan jaringan politik yang luas dengan pengalamannya di saat memimpin Kota Medan.
Kontestasi ini pun melibatkan dua generasi pemimpin dengan pendekatan yang berbeda. Edy, dengan gaya kepemimpinan yang tegas dan berpengalaman, berhadapan dengan Bobby yang sangat mengedepankan kolaborasi dengan kaum muda yang membawa inovasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menariknya Pilkada kali ini bukan hanya menjadi sorotan lokal, tetapi juga mengundang perhatian nasional karena pengaruh masing-masing calon yang sangat kuat. Dukungan dari berbagai tokoh nasional juga membuat kontestasi ini semakin membara.
Kontestasi Pilkada Sumatera Utara saat ini telah memasuki tahapan pengambilan nomor urut yang dilaksanakan pada Senin (23/9/2024) malam. Di tengah proses ini, terjadi perseteruan antara Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi terkait pembangunan infrastruktur jalan di Sumatera Utara, menambah ketegangan dalam persaingan politik ini.
Bobby Nasution, yang merupakan calon gubernur Sumatera Utara, mengkritik pembangunan infrastruktur jalan selama masa kepemimpinan Edy. Bobby menyindir bahwa kondisi jalan di Sumatera Utara lumayan buruk, terutama di perbatasan. “Kalau kepala kita sudah terbentur, berarti kita sudah masuk Sumut. Jalan di Aceh bagus, jalan di Sumatera Barat juga bagus. Begitu masuk Sumut, kepala kita benjol karena infrastrukturnya mungkin belum merata,” ujarnya.
Edy Rahmayadi, pun menanggapi sindiran tersebut dengan menyatakan bahwa jalan yang rusak tersebut adalah jalan nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Edy bahkan menyebut nama “Mulyono,” yang merupakan nama kecil Presiden Joko Widodo, untuk menekankan bahwa tanggung jawab tersebut ada pada pemerintah pusat.
Perseteruan ini mencerminkan ketegangan politik menjelang pemilihan gubernur Sumatera Utara, di mana kedua calon saling menyindir dan mengkritik kebijakan masing-masing untuk menarik dukungan dari pemilih.
Namun menurut penulis, demi terciptanya Pilkada yang damai dan kondusif, penting bagi kedua calon untuk fokus mengedepankan dialog terkait visi dan misi mereka dalam membangun Sumatera Utara yang lebih baik, tanpa perlu saling menyindir atau mengkritik secara berlebihan. Dengan demikian, masyarakat dapat memilih pemimpin berdasarkan program dan solusi yang ditawarkan, bukan berdasarkan konflik atau perseteruan.
PENULIS: M Hafidz Raihansyah (Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala)