PEMATANGSIANTAR BARANEWSSUMUT.COM
Protes keras dari berbagai elemen masyarakat di Kota Pematangsiantar terus bermunculan terkait dugaan seringnya diadakan pelaksanaan kegiatan yang melibatkan komunitas LGBT. Tokoh masyarakat, organisasi, hingga aktivis muda secara tegas meminta Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar untuk tidak memberikan ruang kepada kegiatan semacam itu, yang dianggap bertentangan dengan nilai agama, moralitas, dan budaya bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Protes ini kian mencuat setelah informasi beredar mengenai ajang bertajuk “Duta G”, yang berada di bawah naungan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (KB) Kota Pematangsiantar. Program ini, yang awalnya bertujuan mengampanyekan Triad KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) dan persiapan kehidupan berkeluarga, diduga telah disusupi agenda komunitas LGBT.
*Kontroversi di Balik Kegiatan Duta G*
Menurut laporan, salah satu duta dengan selempang bertuliskan Juara III Duta G menggunakan aplikasi “gay” bernama Walla dengan alasan untuk “melakukan program kerja.” Namun, hingga saat ini, program kerja yang dimaksud belum terealisasi. Duta tersebut, berinisial GP, saat terpilih merupakan siswa di sebuah sekolah negeri di Pematangsiantar.
Tidak hanya itu, acara Duta G juga diketahui mengundang narasumber berinisial A, yang merupakan mantan narapidana kasus sodomi di kota ini, tanpa disertai surat keterangan kompetensi. Kejadian ini semakin menimbulkan pertanyaan masyarakat tentang kredibilitas acara dan pihak penyelenggaranya.
Tokoh masyarakat menilai kegiatan ini hanya berkedok edukasi tetapi memiliki dampak negatif, terutama bagi generasi muda. Banyak pihak menyerukan agar acara serupa tidak lagi diizinkan di kota Pematangsiantar.
*Ketua GIMP: Kegiatan Ini Merusak Moral dan Masa Depan Generasi Muda*
Ketua Gerakan Ikatan Mahasiswa dan Pemuda (GIMP), Indra Simarmata, mengecam keras keberadaan kegiatan yang diduga mendukung komunitas LGBT ini. Menurutnya, kegiatan seperti ini tidak hanya merusak moral generasi muda, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma sosial yang dianut masyarakat Pematangsiantar.
“Jika kegiatan ini dibiarkan, dampaknya akan sangat buruk. Apa yang akan terjadi jika perilaku menyimpang ini dianggap normal? Umat manusia bisa punah jika pernikahan sesama jenis dilegalkan,” tegas Indra.
Indra juga menegaskan bahwa kegiatan semacam ini melanggar UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan hanya seorang pria dan wanita yang dapat membentuk rumah tangga.
“Kami mendesak Pemko Pematangsiantar untuk segera menghentikan dan tidak memberikan ruang untuk acara seperti ini,” ujarnya.
*Aktivis Muda: Siantar Harus Fokus pada Kegiatan Positif*
Aktivis muda, Andry Napitupulu, juga turut mengecam keras keberadaan kegiatan ini. Ia menyatakan bahwa Pematangsiantar sebagai kota kreatif seharusnya fokus pada kegiatan yang membangun dan bermanfaat bagi masyarakat, bukan pada acara yang bertentangan dengan logika dan nilai agama.
“LGBT itu bertentangan dengan ajaran agama, baik dalam Alquran maupun Alkitab. Kita semua tahu bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk tujuan menambah umat manusia. Mengadakan acara seperti ini di kota kreatif jelas tidak masuk akal,” kata Andry.
Andry menambahkan, “Kalau ada kegiatan seperti ini, kita akan surati Pemko agar mereka mengkaji ulang dampaknya. Kalau tidak ada manfaat positif, sebaiknya dihentikan.”
*Ketua Al Washliyah Siantar: Stop Kegiatan Kaum Pelangi*
Ketua PD Al Washliyah Kota Pematangsiantar, Ishak Hutasuhut, juga mengecam keras kegiatan ini. Menurutnya, acara semacam ini hanya akan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.
“Jika memang ada acara seperti itu, kami akan berusaha untuk menghentikannya. Ini tidak sesuai dengan norma agama dan budaya kita. Pematangsiantar tidak membutuhkan acara semacam ini,” ujar Ishak.
*Kadis KB Bungkam, Masyarakat Tunggu Tindakan Tegas*
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Pematangsiantar, Hasudungan Hutajulu, memilih bungkam saat dimintai tanggapan terkait dugaan keterlibatan instansi tersebut dalam kegiatan ini. Sikap diam ini memicu spekulasi bahwa ada kejanggalan dalam pelaksanaan kegiatan duta tersebut.
*Dinas Pariwisata Kota Pematangsiantar: “Tidak Pernah Ada Izin Ke Kami”*
Kadis Pariwisata Hamam Sholeh saat dimintai tanggapan mengungkapkan tidak pernah ada surat pemberitahuan ataupun izin dari dinasnya terkait kegiatan-kegiatan tersebut. Jikapun ada secara tegas Sholeh menolaknya.
“Tidak pernah ada pemberitahuan ke kita dan seandainya ada pasti kita tidak akan merestui kegiatan seperti itu,” ucap Sholeh tegas.
*Masyarakat Serukan Penolakan Total*
Kontroversi ini tidak hanya menjadi isu lokal tetapi juga mencerminkan keresahan masyarakat Indonesia terhadap normalisasi perilaku LGBT di ruang publik. Masyarakat Pematangsiantar menyerukan agar Pemko mengambil langkah tegas untuk melarang kegiatan ini demi menjaga moralitas dan keutuhan norma agama, budaya, serta kebangsaan.
“Kami hanya ingin kota ini tetap menjadi tempat yang aman dan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Jangan sampai ada kegiatan yang dapat merusak moral generasi muda. Kami harap Pemko segera bertindak,” tutup Andry Napitupulu.
(HARIANTO SIAHAAN)